Tatkala Nabi Muhammad Shollallahu Alaihi Wa Sallam merasa batas waktu hidupnya sudah dekat, beliau mengumpulkan para sahabat. Kemudian, beliau menyampaikan pidatonya: “Sahabat-sahabatku sekalian! hidupku mungkin sudah dekat, dan aku ingin menghadap Allah dalam keadaan suci bersih. Mungkin selama bergaul dengan Anda sekalian, ada yang pernah aku pinjam uangnya atau barangnya dan belum aku kembalikan atau belum aku bayar, sekarang ini juga aku minta ditagih. Mungkin ada di antara kalian yang pernah aku sakiti, sekarang ini juga aku minta dihukum qishos (hukuman balasan). Mungkin ada yang pernah aku singgung perasaannya, sekarang ini juga aku minta maaf.”
Para sahabat hening, karena merasa tidak mungkin hal itu akan terjadi. Tapi, tiba-tiba seorang sahabat mengangkat tangan dan melaporkan satu peristiwa yang pernah menimpa dirinya.
“Ya Rasulullah! Saya pernah terkena tongkat komando Rasulullah S.A.W. pada saat Perang Badar. Ketika Rasulullah S.A.W. mengayunkan tongkat komandonya, kudaku menerjang ke depan dan aku terkena tongkat Rasulullah Shollallahu Alaihi Wa Sallam. Aku merasa sakit sekali, apakah hal ini ada qishos-nya!”
Nabi Muhammad S.A.W. menjawab, “Ya, ini ada qishos-nya jika kamu merasa sakit.” Rasul pun menyuruh Ali bin Abi Tholib mengambil tongkat komandonya yang disimpan di rumah Fatimah. Setelah Ali bin Abi Thalib tiba kembali membawa tongkat komando, Rasulullah Shollallahu Alaihi Wa Sallam menyerahkan kepada sahabatnya untuk melaksanakan qishos.
Seluruh sahabat yang hadir di majelis itu hening, apa kira-kira yang akan terjadi jika Rasulullah dipukul dengan tongkat itu. Di tengah keheningan itu, Ali bin Abi Tholib tampil ke depan:
“Ya Rasulullah! Biar kami saja yang dipukul oleh orang ini. Abu Bakar dan Umar bin Khattab juga ikut maju. Tetapi, Rasulullah memerintahkan, Ali, Abu Bakar, dan Umar agar mundur, sambil berkata, “Saya yang berbuat, saya yang dihukum, demi keadilan”.
Situasi tambah hening. Tetapi, di tengah-tengah keheningan itu tiba-tiba sahabat yang siap jadi algojo itu berkata,: “Tapi di saat saya terkena tongkat komando, saya tidak pakai baju.” Mendengar itu langsung Rasulullah membuka bajunya di depan para sahabat.
Kulit Rasulullah Shollallahu Alaihi Wa Sallam tampak bercahaya, tetapi ciri ketuaan sudah terlihat jelas.
Menyaksikan hal ini para sahabat tambah khawatir, Ali bin Abi Tholib tampil lagi ke depan memohon kepada Rasul agar dia saja yang di-qishos. Tapi, Rasulullah S.A.W. langsung memerintahkan agar Ali mundur, karena hukuman itu harus dijalankan sendiri demi keadilan.
Tiba-tiba sahabat ini menjatuhkan tongkatnya langsung merangkul dan mencium Rasulullah S.A.W. dan berkata: Ya Rasulullah! Saya tidak bermaksud melaksanakan qishos, saya hanya ingin melihat kulit Rasulullah S.A.W. menyentuh dan menciumnya. Sahabat-sahabat yang lain tersentak, gembira.
Rasulullah langsung berkata, “Siapa yang ingin melihat ahli surga, lihatlah orang ini.”
Kisah itu menunjukkan betapa Rasulullah sangat menjunjung nilai keadilan.
Beliau, sebagai kepala Negara sekaligus Nabi, sangat ikhlas menerima hukuman qishos dari rakyatnya sendiri".
Para sahabat hening, karena merasa tidak mungkin hal itu akan terjadi. Tapi, tiba-tiba seorang sahabat mengangkat tangan dan melaporkan satu peristiwa yang pernah menimpa dirinya.
“Ya Rasulullah! Saya pernah terkena tongkat komando Rasulullah S.A.W. pada saat Perang Badar. Ketika Rasulullah S.A.W. mengayunkan tongkat komandonya, kudaku menerjang ke depan dan aku terkena tongkat Rasulullah Shollallahu Alaihi Wa Sallam. Aku merasa sakit sekali, apakah hal ini ada qishos-nya!”
Nabi Muhammad S.A.W. menjawab, “Ya, ini ada qishos-nya jika kamu merasa sakit.” Rasul pun menyuruh Ali bin Abi Tholib mengambil tongkat komandonya yang disimpan di rumah Fatimah. Setelah Ali bin Abi Thalib tiba kembali membawa tongkat komando, Rasulullah Shollallahu Alaihi Wa Sallam menyerahkan kepada sahabatnya untuk melaksanakan qishos.
Seluruh sahabat yang hadir di majelis itu hening, apa kira-kira yang akan terjadi jika Rasulullah dipukul dengan tongkat itu. Di tengah keheningan itu, Ali bin Abi Tholib tampil ke depan:
“Ya Rasulullah! Biar kami saja yang dipukul oleh orang ini. Abu Bakar dan Umar bin Khattab juga ikut maju. Tetapi, Rasulullah memerintahkan, Ali, Abu Bakar, dan Umar agar mundur, sambil berkata, “Saya yang berbuat, saya yang dihukum, demi keadilan”.
Situasi tambah hening. Tetapi, di tengah-tengah keheningan itu tiba-tiba sahabat yang siap jadi algojo itu berkata,: “Tapi di saat saya terkena tongkat komando, saya tidak pakai baju.” Mendengar itu langsung Rasulullah membuka bajunya di depan para sahabat.
Kulit Rasulullah Shollallahu Alaihi Wa Sallam tampak bercahaya, tetapi ciri ketuaan sudah terlihat jelas.
Menyaksikan hal ini para sahabat tambah khawatir, Ali bin Abi Tholib tampil lagi ke depan memohon kepada Rasul agar dia saja yang di-qishos. Tapi, Rasulullah S.A.W. langsung memerintahkan agar Ali mundur, karena hukuman itu harus dijalankan sendiri demi keadilan.
Tiba-tiba sahabat ini menjatuhkan tongkatnya langsung merangkul dan mencium Rasulullah S.A.W. dan berkata: Ya Rasulullah! Saya tidak bermaksud melaksanakan qishos, saya hanya ingin melihat kulit Rasulullah S.A.W. menyentuh dan menciumnya. Sahabat-sahabat yang lain tersentak, gembira.
Rasulullah langsung berkata, “Siapa yang ingin melihat ahli surga, lihatlah orang ini.”
Kisah itu menunjukkan betapa Rasulullah sangat menjunjung nilai keadilan.
Beliau, sebagai kepala Negara sekaligus Nabi, sangat ikhlas menerima hukuman qishos dari rakyatnya sendiri".
Subhanallah..sungguh pribadi yang penuh dengan kemuliaan, akhlaqul karimah yang sangat mempesona... masih adakah kini? wallahu'alam bis showab...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar